Kamis, 22 Maret 2012

Perdagangan Bebas dan Kawasan Ekonomi Khusus

BEBAS bukan hanya esensial bagi manusia, melainkan juga perdagangan–yang di Tanah Air saat ini menjadi isu hangat. Walaupun masalah keberlakuan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) tahun ini sudah banyak dibahas, PR masih menumpuk, terutama dalam menyiapkan renegosiasi perjanjian yang mendasari pembentukan daerah perdagangan bebas itu, yakni Agreement on Trade in Goods of the Framework Agreement Comprehensive Economic Cooperation antara negara-negara ASEAN dan Republik Rakyat China (RRC) itu. Selain berbagai aspek teknis, paling kurang ada dua aspek lain yang masih perlu dicermati, yaitu tentang perdagangan bebas sendiri dan peranan kawasan ekonomi khusus (KEK).

Tentang yang pertama, mengapa perlu konsep perdagangan bebas? Karena itu merupakan salah satu obat untuk menghidupkan kembali ekonomi dunia, setelah kehancuran akibat Perang Dunia II. Perdagangan bebas yang ditetapkan pada daerah tertentu, yakni free trade area (FTA) didasarkan atas pemikiran bahwa barang yang bisa secara efisien dan ekonomis diproduksi di negara A akan diekspor ke negara B. Sebaliknya, B juga akan melakukan hal yang sama untuk barang lain dan karena itu akan meraup pasar di A. Dalam hal demikian, tarif bea masuk harus dikurangi, kalau tidak dieliminasi.
Dalam kaitan dengan institusi perdagangan, yang kemudian dikenal dengan General Agreement on Tariffs and Trade yang lahir dari konferensi di Bretton Woods 1947 itu, negosiasi selanjutnya menghasilkan WTO 1994, yang praktis diikuti semua negara di dunia ini. Konsep perdagangan bebas menjurus ke integrasi ekonomi seperti North American FTA, atau Uni Eropa untuk merujuk beberapa contoh utama. Akan adakah semacam Asian Common Market? Masih jauh, seperti tulis The Economist, 6 Februari lalu: “Regional economic integration has a long, long way to go.”
Yang jelas, Indonesia telah menandatangani perjanjian pembentukan ACFTA di atas sejak 2005 dan sebagai negara berdaulat dan bermartabat tidaklah mudah bagi kita untuk menarik diri lagi, walaupun kemungkinan itu selalu ada. Oleh karena itu, tepatlah sikap pemerintah, misalnya seperti diungkapkan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu bahwa Indonesia tetap menghormati ACFTA. Perkara tak siap, itu bukan hanya masalah Indonesia. Dalam edisi sebelumnya majalah berwibawa itu menulis: “For all that, not everyone in South East Asia is happy. Many firms fear Chinese competition.” (The Economist, 15 Jan, 2010). Maklumlah, RRC tambah meraksasa saja secara ekonomi.

Geo dan geo

Kedua, dalam kaitan dengan penguatan posisi kita menghadapi sistem perdagangan bebas, yang tampaknya belum banyak diungkapkan adalah pengembangan secara komprehensif konsep kawasan ekonomi khusus (KEK)–yang lahir dengan UU 39/2009 (UU KEK) itu. Sebab KEK, menurut UU itu, ‘dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor… Yang memiliki… Daya saing internasional.’ Semuanya demi ‘mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu.. bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah dalam kesatuan ekonomi nasional.”
KEK terdiri dari berbagai zona yang mengkhususkan diri untuk, antara lain: pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, dan energi. Dewasa ini memang sudah ada antara lain kawasan berikat (bonded zones), export processing zone, dan kawasan industri yang di dalamnya terdapat sarana usaha kecil serta bangunan pabrik standar seperti di Pulogadung, Jakarta, dan Rungkut, Surabaya. Yang terbesar adalah Kawasan Perdagangan Bebas Batam, Bintan, dan Karimun (KPB BBK).
Karena KEK berkaitan dengan ruang, pembangunannya perlu memperhatikan kesesuaian dengan rencana tata ruang dan kawasan lindung setempat. Maklumlah, sekarang dunia sudah awas betul dengan perubahan iklim (climate change). Selain itu, KEK tentu saja mesti dekat dengan jalur perdagangan internasional serta gampang mendapatkan sumber daya sebagai bahan produksi.
KEK dibentuk atas usul badan usaha yang berminat, bisa juga oleh pemerintah daerah, ditujukan kepada otoritas KEK di pusat, disebut Dewan Nasional. Kalau disetujui, dewan itulah yang kemudian akan menyampaikan rekomendasi pembentukan KEK kepada Presiden RI. Fase berikut adalah pembangunan dan pengoperasian KEK. Badan usaha tadi, jika usulnya diterima, akan melaksanakan pembangunan KEK. Paling lambat tiga tahun setelah terbentuk, KEK sudah harus beroperasi.

Kunci utama KEK adalah pada berbagai fasilitas dan kemudahan. Itu sejalan dengan UU Penanaman Modal 2007 (UU PM)-รข€“yang memang merupakan dasar pembentukan KEK. Sejauh kemudahan dalam hal pertanahan, kita belum lupa dengan putusan Mahkamah Konstitusi 2008, yang membatalkan sebagian Pasal 22 UU PM karena pasal itu memberikan masa hak pertanahan sekaligus bersama dengan masa perpanjangannya. Jadi sekarang masa hak tanah itu tetap berdasarkan UU Agraria 1960.
Jangan salah, kemudahan dalam hal pertanahan tidak berkaitan dengan harganya. Beberapa tahun lalu, pernah ada investigasi dari Departemen Perdagangan AS ke kawasan industri di Pulogadung karena menduga tanah yang dipergunakan para investor di situ dijual lebih murah daripada harga pasar di luar kawasan. Kalau begitu, pihak AS menyangka telah terjadi subsidi.
Di samping pertanahan, fasilitas lain yang amat lazim ialah antara lain perpajakan, kepabeanan dan cukai, pajak serta retribusi daerah, perizinan, keimigrasian, dan investasi. Dalam hal fiskal, UU itu menyatakan adanya fasilitas di bidang pajak penghasilan (PPh), juga tambahan fasilitas PPh sesuai dengan zona dalam KEK. Bagi investor dapat diberikan pengurangan PBB selama jangka waktu tertentu.
Namanya kawasan khusus, perlakuan impor pun juga mesti spesial. Penangguhan bea masuk pun ditawarkan, pembebasan cukai untuk bahan baku atau bahan penolong produksi, tidak dipungutnya PPN atau PPnBM untuk barang kena pajak, dan tidak dikutipnya PPh impor dan lain-lain skema fasilitas fiskal.
Dalam kaitan dengan pemerintah daerah, intinya juga sama, keringanan atas pajak daerah dan retribusi daerah. Selama ini urusan dengan pemerintah daerah banyak dikeluhkan investor. Oleh karena itu, keharmonisan hubungan dengan daerah ini pun masuk perjanjian pembentukan ACFTA itu.
Sudah kesohor
Kemudahan keimigrasian dijamin di KEK. Idem ditto dengan pengurusan perizinan usaha. Urusan yang satu itu memang ditekankan di KEK. Bukankah kritik investor asing pada aspek ini masih keras? Yang juga penting, khusus untuk investasi asing, di KEK tak berlaku apa yang selama ini dikenal sebagai Daftar Negatif Investasi BKPM–kecuali untuk bidang yang secara khusus dicadangkan bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Investor asing pun boleh mencatat ini: izin tenaga kerja asing untuk direksi dan komisaris cukup diberikan sekali saja. Di luar manajemen, tenaga kerja harus TKI–hal yang wajar saja. Namun, kalau mau seirama dengan ritme KEK, seyogianya karyawan di sini mesti yang berkualitaslah, biar ampuh ‘bertanding’.
Tidaklah sukar menggambarkan KEK. Sebab sudah ada KPB BBK, meneruskan kiprah yang telah dimulainya sejak pra-UU KEK. Pantaslah, menghadapi ACFTA, Ismeth Abdullah, Ketua Dewan KPB BBK, berkomentar ringan: “Kita paling siap menghadapinya karena produksi kita 95% ekspor.” (Antara, 30 Desember 2009).
KEK juga menyediakan sarana bagi UMKM. Lepas dari penzonaan, mungkin relevan pula usul Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Erwin Aksa, untuk membentuk gugus industri unggulan khusus.
Langsung ataupun tidak, konsep perdagangan bebas telah merangsang kebangkitan ekonomi regional–ditandai dengan pembangunan KEK di beberapa negara. Shenzhen, daerah RRC di utara Hong Kong, merupakan special economic zone (SEZ) yang sudah kesohor. Kamboja, Laos, dan Vietnam juga tidak ketinggalan mempersiapkan SEZ. Kehadiran KEK di Indonesia pun tidaklah lepas dari cakrawala demikian.

Perdagangan dan Investasi Indonesia

Perdagangan dan Investasi Indonesia Pemerintah RI menetapkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada tahun 1973 untuk membantu Presiden RI dalam memformulasikan kebijakan nasional untuk investasi. Badan ini juga bertanggung jawab terhadap perencanaan, pengajuan izin, kontrol dan evaluasi terhadap investasi. Bekerjasama dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah – BKPMD) dan badan terkait lainnya, badan ini juga mengambil alih pengawasan terhadap proyek-proyek investasi, dan memberikan usulan-usulan terhadap penyelesaian kesulitan yang dihadapi selama periode implementasi. 

Kebijakan terhadap manufaktur dan perdagangan
Pembangunan di bidang manufaktur dan perdagangan merujuk ke Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 2000-2004, dengan sebuah visi untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan sebagai tulang punggung pembangunan nasional. Dalam konteks ini, penguatan terhadap pembangunan jangka panjang dan menengah, pembangunan di bidang manufaktur dan perdagangan agro-industri menjadi terobosan langsung terhadap pemanfaatan sumber daya alam nasional. Pembangunan ekonomi jangka pendek difokuskan untuk peningkatan expor non-migas, pengembangan usaha kecil menengah (UKM) dan perbaikan pada produksi barang dan jasa.

Dalam menerapkan sebuah pasar bebas, beberapa kesepakatan internasional telah diterapkan, dalam kerjasama Area Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA), Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik, dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sejalan dengan program pemerintah, kebijakan pemerintah adalah untuk menciptakan kondisi-kondisi baru yang menuntut usaha pabrikan dan pengembangan perdagangan lewat potensi sumber daya manusia nasional dalam konteks memanfaatkann pasar domestik dan kesempatan-kesempatan expor lewat kompetisi bisnis pada skala global. Kebijakan-kebijakan ini diimplementasikan untuk mengubah ketentuan hukum dalam sektor ekonomi, seperti pencegahan terhadap praktek-praktek monopoli, dan kompetisi-kompetisi bisnis yang tidak fair. Usaha-usaha lainnya termasuk perlindungan konsumen, pasar waktu komoditi, penyerderhanaan prosedur masuk bisnis impor, pencabutan kembali fasilitas industri mobil nasional dan penerapan ukuran baru terhadap dunia otomotiv, daftar negatif investasi, penyediaan lapangan bisnis bagi pengusaha kecil, mengangkat hambatan-hambatan bisnis para pelaku bisnis asing, dan pajak terhadap fasilitas expor.
Kementerian peindustrian dan perdagangan telah memberi mandat untuk menetapkan titik kritis pada implementasi hukum No. 5 tahun 1999 untuk pencegahan terhadap praktek monopoli dan kompetisi bisnis yang tidak sehat; hukum No. 8 tahun 1999 untuk perlindugan konsumen; hukum No. 32 tahun 1997 untuk perdagangan komoditi periodik.
 
Kebijakan perdagangan dalam negeri
Kebijakan perdagangan dalam negeri melingkupi usaha-usaha untuk mempercepat distribusi barang dalam rangka menstabilkan harga dan mengontrol nilai inflasi. Hal tersebut juga ditujukan untuk memperluas pangsa pasar produk domestik dalam konteks menambah pendapatan pelaku perdagangan, mengamankan perlindungan konsumen, memperbaiki ketajaman bisnis dalam mengimplementasikan kerjasama dalam konteks kompetisi bisnis yanf fair dan perluasan akses informasi.

Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional
Pemerintah telah berperan aktiv dalam pertemuan multilateral untuk memperkuat posisi Indonesia pada level internasional sekaligus untuk memperoleh fasilitas bagi bisnis-bisnis dalam negeri untuk mendapatkan akses ke pangsa pasar internasional. Pemerintah juga telah bekerja keras dalam menurunkan hambatan-hambatan perdagangan yang berbentuk tarif dan non-tarif, untuk mempermudah kenaikan expor negara; mengambil bagian dalam menyelesaikan perselisihan perdagangan pada pertemuan panel WTO; menjadi koordinator organisasi yang bergerak dalam kerjasama komoditi, seperti Organisasi Karet Internasional (INRO), Asosiasi Negara-Negara Penghasil Karet Alam, Komunitas Lada Internasional (IPC), dan Komunitas Buah Kelapa Asia Pasifik (APCC)
Kerjasama regional di bidang lainnya dipelihara lewat sesi ke 19 komite koordinasi untuk pelayanan, studi terhadap liberalisasi di region lain, seperti Area Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA).
 
Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN)
BPEN bekerja keras memasuki pangsa pasar untuk memelihara, meningkatkan dan memperluas pangsa expor, baik di pasar tradisional maupun non-tradisional atau di pangsa pasar baru dengan menusahakan lobi-lobi yang intensiv. Hal tresebut juga bertujuan untuk mengirimkan misi perdagangan dan investasi untuk berpartisipasi pada pameran-pameran perdagangan internasional, serta untuk pengembangan koordinasi dengan agen-agen promotor pameran internasional di luar negeri.
Data pelayanan dan informasi perdagangan, seperti profil negara, profil exportir, profil importir, komoditi, profil pameran, survey pasar, catatan pasar, analisa dan info pasar lainnya yang didistribusikan lewat sistem jaringan off line (terutama pada pengusaha kecil dan menengah domestik). Informasi-informasi tersebut juga didistribusikan secara online di (http://www.nafed.go.id). Kedua cara ini didisain untuk mempromosikan lingkar aktivitas dan produk bisnis domestik.



Sistem Kebijakan Perdagangan Internasional

Kebijakan perdangangan internasional adalah rangkaian tindakan yang akan diambil untuk mengatasi kesulitan atau masalah hubungan perdagangan internasional guna melindungi kepentingan nasional.
Tujuan kebijakan perdagangan internasional adalah :
  • Melindungi kepentingan ekonomi nasional dari pengaruh buruk atau negative dari situasi perdagangan internasional yang tidak baik.
  • Melindungi kepentingan industry di dalam negeri.
  • Melindungi lapangan kerja.
  • Menjaga keseimbangan BOP.
  • Menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
  • Menjaga stabilitas nilai tukar
Macam-macam kebijakan perdagangan internasional yang biasa dilakukan pemerintah:

1. Tarif atau bea masuk
Pemerintah menetapkan kebijakan bahwa setiap barang yang diimpor harus membayar pajak, yang dikenal sebagai tarif atau bea masuk.
Tujuan penerapan tarif atau bea masuk adalah sebagai berikut :
  • Menghambat mpor barang-barang/ jasa luar negeri.
  • Melindungi barang / jasa produksi dalam negeri.
Pajak atau bea masuk akan menambah harga jual suatu barang/ jasa impor, sehingga diharapkan harga barang produksi dalam negeri akan lebih murah dari harga barang produksi luar negeri  yang diimpor tersebut. Hal ini dapat melindungi barang/ jasa produksi dalam negeri karena lebih murah dan lebih bisa bersaing untuk memperebutkan pelanggan.
  • Menambah pendapatan pemerintah dari pajak.
2. Kuota
Adalah suatu kebijaksanaan untuk membatasi jumlah maksimum yang dapat diimpor suatu negara.
Akibatnya:
  • Naiknya harga barang impor dalam negri
  • Mempertinggi daya saing produksi dalam negri dipasar dalam negri
  • Produksi dalam negri meningkat
3. Larangan ekspor
Melarang ekspor ke luar negri untuk jenis barang tertentu .
4. Larangan impor
Larangan produksi luar negri masuk ke dalam suatu negri
Akibatnya:
  • Melindungi perusahan dalam negri dari kebangkrutan
  • Menghindari/mengurai defisit neraca pembayaran
5. Subsidi
Agar produksi di dalam negeri dapat ditingkatkan maka pemerintah memberikan subsidi kepada produsen dalam negeri. Subsidi yang diberikan dapat berupa mesin-mesin, peralatan, tenaga ahli, keringanan pajak, fasilitas kredit, dll.
Akibatnya:
  • Harga produksi dalam negri menjadi murah
  • Mempertinggi daya saing produksi dalam negri di pasar dalam negri
6. Politik dumping
Dumping adalah salah satu kebijakan perdangan internasional dengan cara menjual suatu komoditi di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga yang dijual di dalam negeri. Namun pelaksanaan politik dumping dalam praktik perdagangan internasional dianggap sebagai tindakan yang  tidak terpuji (unfair trade) karena dapat merugikan orang lain.

7. Premi
Pengertian premi adalah “bonus” yang berbentuk sejumlah uang yang disediakan pemerintah untuk para produsen yang berprestasi atau mencapai target produksi yang ditetapkan oleh pemerintah.
Akibatnya:
  • Produksi dalam negri dapat bersaing di luar negri.
Dumping
Menjual produksi dalam negri di luar negri lebih murah daripada dalam negri
Akibatnya:
  • Pemasaran lebih luas
  • Menghabiskan stok barang
8. Politik dagang bebas
Pemerintah memberi kebebasan ekspor dan impor
Akibat:
  • Mutu barang tinggi
  • Harga relative murah

Perdagangan Internasional


Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dmaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.Bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negri, maka perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan ini disebabkan oleh faktor-faktor antara lain :
1.            Pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan
2.      Barang harus dikirim dan diangkut dari suatu negara kenegara lainnya melalui bermacam peraturan seperti pabean, yang bersumber dari pembatasan yang dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah.
3.      Antara satu negara dengan negara lainnya terdapat perbedaan dalam bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, hukum dalam perdagangan dan sebagainya.
  
 MANFAAT MELAKUKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Setiap negara yang melakukan perdagangan dengan negara lain tetntu akan memperoleh manfaat bagi negara tersebut. Manfat tersebut antara lain :
1.             Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negri sendiri
2.      Memperluas Pasar dan Menambah Keuntungan  
3.             Memperoleh keuntungan dari spesialisasi 
4.      Transfer teknologi modern

SEBAB-SEBAB TERJADINYA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

1. Revolusi Informasi dan Transportasi
2. Interdependensi Kebutuhan
3. Liberalisasi Ekonomi
4. Asas Keunggulan Komparatif
5. Kebutuhan Devisa 

 KETENTUAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Membahas tentang perdagangan internasional tentunya tidak terlepas dari pembicaraan mengenai kegiatan ekspor impor. Dalam melakukan kegiatan ekspor impor tersebut perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku di bidang tersebut.


Bidang Ekspor

Ketentuan umum di bidang ekspor biasanya meliputi hal-hal yang berhubungan dengan proses pengiriman barang ke luar negri. Ketentuan tersebut meliputi antara lain :
1.           Ekspor
Perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam ke luar wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuanyang berlaku.
2.           Syarat-syarat Ekspor
A.     Memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
B.   Mendapat izin usaha dari Dept. Teknis/Lembaga    Pemerintah Non-Dept
C. Memiliki izin ekspor berupa :
v     APE (Angka Pengenal Ekspor) untuk Eksportir Umum berlaku lima tahun.
v     APES (Angka Pengenal Ekspor Sementara) berlaku dua tahun
v     APET (Angka Pengenal Ekspor Terbatas) untuk PMA/PMDN
3.           Eksportir
Pengusaha yang dapat melakukan ekspor, yang telah memiliki SIUP atau izin usaha dari Dept. Teknis/LembagaPemerintah Non-Dept berdasarkan ketentuan yang berlaku.
4.           Eksportir Terdaftar (ET)
Perusahaan yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Perdagangan untuk mengekspor barang tertentu sesuai ketentuan yang berlaku.
5.           Barang Ekspor
Seluruh jenis barang yang terdaftar sebagai barang ekspor dan sesuai dengan ketentuan perpajakan dan kepabeanan yang berlaku. 



Bidang Impor

Ketentuan umum di bidang Impor biasanya meliputi hal-hal yang berhubungan dengan proses pengiriman barang ke dalam  negri. Ketentuan tersebut meliputi antara lain :
1.           Impor
Perdagangan dengan cara memasukan barang dari luar negri ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuanyang berlaku.
2.           Syarat-syarat Impor
a.   Memiliki izin ekspor berupa :
v     API (Angka Pengenal Impor) untuk         Importir            Umum berlaku selama   perusahaan menjalankan    usaha.
v     APIS (Angka Pengenal Impor Sementara)           berlaku untuk jangka waktu 2 tahun dan tidak dapat diperpanjang.
v     API(S) Produsen untuk perusahaan diluar PMAatau PMDN.
v     APIT (Angka Pengenal Impor Terbatas) untuk perusahaan  PMA/PMDN
         b.   Persyaratan untuk memperoleh APIS :
v     Memiliki SIUP perusahaan besar atau menengah
v     Keahlian dalam perdagangan impor
v     Referensi bank devisa
v     Bukti kewajiban pajak (NPWP)
c.   Persyaratan untuk memperoleh API :
v     Wajib memiliki APIS
v     Telah melaksanakan impor sekurang 4 kali dan telah mencapai nilai nominal US$ 100.000,00
v     Tidak pernah ingkar kontrak impor
3.           Importir
Pengusaha yang dapat melakukan kegiatan perdagangan dengan cara memasukan barang dari luar negri ke dalam wilayah pabean Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku.
Kategori Importir meliputi : Importir Umum, Importir Umum +, Importir Terdaftar, Importir Produsen, Produsen Importir dan Agen Tunggal.
4.           Barang Impor
Seluruh jenis barang yang terdaftar sebagai barang impor dan sesuai dengan ketentuan perpajakan dan kepabeanan yang berlaku. 

Rabu, 21 Maret 2012

Strategi Bidang Industri, BUMN, dan Perdagangan

Lemahnya daya saing ekonomi nasional tidak terlepas dari permasalahan yang ditimbulkan oleh strategi sektor industri, pengelolaan BUMN-BUMD dan kebijakan perdagangan. Karena itu serangkaian kebijakan dan pembenahan di sektor ini sepatutnya mendapat prioritas. Beberapa langkah yang perlu mendapat penekanan diantaranya adalah sebagai berikut.


1.  Membangun daya saing industri nasional.

Salah satu pilar utama kuatnya perekonomian nasional adalah tingkat daya saing industri nasional. Peningkatan daya saing industri nasional dapat ditingkatkan dengan kebijakan kebijakan sebagai berikut:
(i) Memangkas peraturan dan kebijakan yang akan menghambat terciptanya daya saing industry nasional;
(ii) Memprioritaskan pengembangan kepada sector-sektor industri yang terkait erat dengan pengelolaan sumber daya alam (pertambangan, kehutanan, pertanian, perikanan, dsb)
(iii) Malakukan revitalisasi dan restukturisasi pengembangan industri nasional yang memiliki daya saing tinggi.

2. Membangun visi industri nasional jangka panjang yang kokoh dan modern.

Diperlukan langkah strategis nasional untuk menyiapkan industri nasional sebagai basis bagi perekonomian nasional. Salah satunya dengan membangun visi indutri nasional jangka panjang yang kokoh dan modern. Kebijakan disini meliputi:
(i) merumuskan blue print rencana pembangunan industri jangka pendek, menengah, panjang yang terintegrasi satu dengan yang lainnya secara komprehensif;
(ii) menyusun strategi pembangunan nasional yang mengarah kepada pembangunan industry jangka panjang yang kokoh dan modern;
(iii) melibatkan seluruh masyarakat terutama masyarakat Industri untuk mendukung visi industri jangka panjang yang kokoh dan modern.

3.  Menghilangkan monopoli dan oligapoli yang merugikan rakyat banyak.

Salah satu bentuk kebijakan yang akan menghambat terbentuknya kekuatan industri, perdagangan dan BUMN adalah praktek monopoli dan oligapoli yang merugikan masyarakat . Kebijakan disini meliputi:
(i) memperkuat keberadaan lembaga pengawasan persaingan usaha;
 (ii) menegakkan supremasi hukum dalammenindak setiap pelanggaran yang terjadi;
(iii) membangun infrastuktur usaha yang sehat dan dinamis agar tercipta iklim yang kondusif.

4. Menjadikan BUMN-BUMD strategis sebagai agen pembangunan.

Keberadaan BUMN-BUMD yang selama ini menjadi sapi perahan telah menjadi BUMN-BUMD sebagai agen pembangunan yang strategis. Kebijakan disini meliputi:
(i) membuat blue print pengembangan BUMN-BUMD strategis;
(ii) Menyehatkan BUMN-BUMD terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum dan strategis;
(iii) Menghilangkan praktek-praktek penyimpangan yang menghambat pengembangan BUMN-BUMD menjadi asset pembangunan yang strategis.

5. Mendorong perdagangan internasional yang adil dan perdagangan domestic yang sehat.

Persaingan global yang semakin kompetitif telah menjadikan semua Negara harus berbenah untuk mampu bersaing, baik secara global maupun domestic. Diperlukan sebuah usaha untuk mendorong perdagangan internasional yang adil dan perdagangan domestik yang sehat. Kebijakan disini meliputi:
(i) Berperan aktif dalam setiap forum dan lembaga internasioanal untuk menyuarakan agar kesepakatan perdagangan bebas internasional berlangsung secara adil dan proposional bagi Negara berkembang;
(ii) Mempersiapkan diri dengan serangkaian kebijakan yang akan mendorong perdagangan domestik tumbuh dengan sehat dan mampu bersaing;
(iii) memberlakukan insentif untuk melindungi perdagangan domestic secara proposional.